02 October 2009

Melihat dari Dekat Pengrajin Sapu Ijuk di Desa Sia

Bisa Sekolahkan Anak Hingga Mahasiswa, Belum Dilirik Pemerintah Pagi itu, Senin (5/1) udara di Kotamobagu sangat dingin. Cuaca pun berangsur-angsur mendung, bertanda mulai turunnya hujan. Meskipun begitu, warga tetap semangat untuk menjalani hari yang mulai mendung itu. Tidak terkecuali warga Desa Sia, Kecamatan Kotamobagu Utara, sebagai penghasil sapu ijuk.Oleh: Ronald Mokoginta Desa yang berpenduduk sekitar 278 jiwa dengan 71 kepala keluarga itu ternyata memiliki kekhasan, dengan menyediakan keperluan rumah tangga berupa kerajinan tangan seperti sapu ijuk dan sikat mobil dari ijuk.Dari 278 jiwa itu ternyata ada sekitar 60 orang sebagai pengrajin sapu ijuk. Mereka sudah meniti karir pengrajin ijuk sejak 1975. Ada yang masih belasan tahun, ada yang sudah dewasa, ada juga yang berumur di atas 50 tahun. Warga KK juga jangan heran karena hasil ijuk ini bisa menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang SMA, bahkan mahasiswa di sejumlah Perguruan Tinggi. Jangan heran juga dengan semangat dan kerja keras mereka sehingga ijuk bisa menembus pasaran Manado, Minahasa Selatan, dan Minahasa Tenggara. Yun Balansa (42) dan Nani Ngodu (40), dua pengrajin sapu ijuk asal Sia misalnya, bertekad terus berjuang untuk tetap sebagai pengrajin karena dari hasil ijuk ini mereka bisa menyekolahkan anak hingga ke jenjang yang lebih tinggi. “Kami berharap pemerintah bisa memperhatikan kerajinan tangan kami ini, minimal membantu dalam hal kemasan dan pemasaran,’’ kata mereka berdua, kemarin.Baik Yun dan Nani, menjelaskan, rata-rata barang dihasilkan 200 hingga 300 buah ijuk per hari, atau sebulan bisa mencapai 1.200 buah. Untuk harga tidak terlalu mahal karena sebuah sapu ijuk dihargai Rp 2.500. “Belum ada kenaikan harga karena rotan sebagai pengikat belum naik harganya,’’ aku mereka berdua lagi.Menurut Sangadi Sia, Jek Runtunuwu, dari total 60 pengrajin, rata-rata dalam setiap bulan dapat menghasilkan sekitar 15 ribu buah. Namun dalam hal pemasaran jelas mereka umumnya masih kesulitan karena selain kendaraan sistim carteran, pengrajin juga belum ada alat khusus untuk pembuatan kerajinan ijuk yang modern. “Pernah satu ketika mereka ikut pelatihan, tetapi alat untuk membuat sikat sepatu dan alat cuci mobil belum ada. Mungkin karena alat belum ada sehingga baru sebatas membuat sapu ijuk,’’ ujar Jek, kemarin.Mereka berharap ada kepedulian pemerintah, karena selain bahan yang murah meriah, sapu ijuk juga tidak mengeluarkan anggaran yang besar. “Bila ada investor yang melirik sapu ijuk warga kami siap menjawab sesuai permintaan,’’ aku Jek yang juga pembina para pengrajin itu.

No comments:

Post a Comment